Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ ،عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (إِنَّ الدِّيْن يُسْرٌ، وَلَن يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوْا وَقَارِبُوْا ، وَأَبْشِرُوْا، وَاسْتَعِيْنُوْا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٌ مِنَ الدُّلْجَةِ ). وَفِيْ لَفْظٍ: (…وَالْقَصْدَ الْقَصْدَ تَبْلُغُوْا

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya agama ini mudah. Tidak ada seorang pun yang mempersulit agama melainkan dia akan dikalahkannya. Maka luruslah dalam beramal, dekatilah (tingkat kesempurnaan), dan berikanlah kabar gembira, dan mintalah pertolongan kepada Allâh subhanahu wa ta’ala pada pagi, sore, dan akhir malam.” Pada lafazh lain disebutkan, “…Berlaku sederhanalah (tidak berlebihan), berlaku sederhanalah, niscaya kalian akan sampai (pada tujuan).” [Al-Bukhâri no. 39 dan 6463]

Syarah Hadits

Islam adalah agama yang mudah bila dibandingkan dengan agama-agama sebelumnya. Sebab, Allâh subhanahu wa ta’ala telah mengangkat dari umat ini beban yang dahulu dipikulkan kepada umat-umat sebelumnya. Sebagai contoh, taubat umat terdahulu adalah dengan mengorbankan jiwa, sedangkan taubat umat ini cukup dengan menghentikan perbuatan, bertekad untuk tidak mengulanginya dan menyesali perbuatan tersebut.[Fat-hul-Bâri, Hal: 94]

Allâh subhanahu wa ta’ala berfirman  (artinya):

“…dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama…” [al-Hajj/22:78].

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ، إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ

“Sesungguhnya sebaik-baik agama kalian adalah yang paling mudah, sesungguhnya sebaik-baik agama kalian adalah yang paling mudah.”[HR. Ahmad, Hasan]

Semua ajaran Islam itu mudah, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, mu’âmalah, dan lainnya. Karena dasar aqidah yang bermuara pada rukun Iman yang 6 dapat menenteramkan hati.

Syari’at Islam juga mudah, misalnya shalat lima waktu. Shalat itu, terulang-ulang sehari semalam sebanyak lima kali pada waktu-waktu yang cocok dan sesuai. Kemudahan ini, disempurnakan lagi oleh Dzat Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui yaitu Allâh subhanahu wa ta’ala dengan mewajibkan shalat berjama’ah bagi laki-laki. Karena berkumpul dalam melaksanakan suatu ibadah termasuk penyemangat dan bisa mendatangkan kemudahan. Ditambah lagi, Allâh subhanahu wa ta’ala telah menetapkan berbagai ganjaran bagi yang melakukannya seperti kebaikan agama, keshalihan iman, serta pahala dan ganjaran dari Allâh subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, seorang Mukmin harus bersyukur dan memuji Allâh subhanahu wa ta’ala karena telah mewajibkan shalat atas hamba-Nya.

Allâh subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” [al-Baqarah/2:43].

Syari’at zakat juga mudah dan ringan. Karena zakat tidak diwajibkan atas orang miskin yang tidak memiliki harta yang mencapai nishab. Zakat hanya diwajibkan atas orang-orang kaya (bila sudah mencapai nishab dan haul). Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu :

…فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ…

“… Maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allâh subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir…”[HR. Bukhari & Muslim]

Puasa juga ringan, karena yang diwajibkan hanya satu bulan dalam setahun. Kaum Muslim melakukannya secara bersama-sama. Allâh subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [al-Baqarah/2:183].

Saat berpuasa, mereka meninggalkan syahwat-syahwat mereka –seperti makan, minum, bersetubuh- pada siang hari, dan sebagai gantinya, Allâh subhanahu wa ta’ala memberikan anugerah dengan menyempurnakan agama dan keimanannya, memberikannya pahala yang besar dan berbagai kebaikan lainnya yang merupakan buah dari puasa. Dan ini semuanya menjadi sebab tercapainya derajat takwa.

Juga haji, sungguh Allâh subhanahu wa ta’ala tidak mewajibkannya kecuali atas orang yang mampu, dan itupun hanya sekali seumur hidup. Allâh subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“… Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allâh subhanahu wa ta’ala adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana…” [Ali ‘Imrân/3:97].

Meski sudah mudah, bila seorang hamba mendapatkan halangan berupa sakit, safar, atau yang lainnya, maka diberikan lagi sejumlah kemudahan lainnya, berupa pengguguran sebagian kewajiban atau sebagian sifat serta bentuknya, sebagaimana yang sudah diketahui bersama. Misalnya, shalat bagi orang yang sedang sakit. Jika tidak bisa berdiri, maka dilaksanakan dengan cara duduk; Jika tidak bisa duduk, maka dengan berbaring.

Kemudian, jika seorang hamba memperhatikan amal-amal yang disyari’atkan kepadanya dalam sehari semalam, baik yang wajib maupun sunnah, seperti shalat, puasa, sedekah, dan lain sebagainya, lalu dia ingin mengikuti Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam pelaksanaannya, maka dia akan dapati semua amalan itu mudah, tidak berat serta tidak menghalanginya dari usaha untuk mewujudkan kemaslahatan dunianya. Bahkan sangat memungkinkan baginya untuk menunaikan semua hak-hak, seperti hak Allah, hak jiwanya, hak keluarga dan hak sahabat dan hak-hak orang yang berkenaan dengan dirinya. Semua itu bisa dilakukan dengan ringan dan mudah.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلَّاغَلَبَهُ

“Tidak ada seorang pun yang mempersulit agama melainkan akan dikalahkannya.” [HR. al-Bukhari & Muslim]

Yakni barangsiapa mempersulit dirinya, tidak merasa cukup dengan apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak pula merasa cukup dengan pengajaran Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan berlebihan atau ekstrim dalam beragama, maka sungguh agama akan mengalahkannya. Sehingga, akhirnya ia tidak berdaya, berhenti, lelah, dan akhirnya ia meninggalkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

…عَلَيْكُمْ هَدْيًا قَاصِدًا، عَلَيْكُمْ هَدْيًا قَاصِدًا، عَلَيْكُمْ هَدْيًا قَاصِدًا،فَإِنَّهُ مَنْ يُشَادَّ هَذَا الدِّيْنَ يَغْلِبُهُ

“… Hendaklah kalian tetap memegang teguh petunjuk yang lurus (sederhana), hendaklah kalian tetap memegang teguh petunjuk yang lurus (sederhana), hendaklah kalian tetap memegang teguh petunjuk yang lurus (sederhana), sebab barang siapa yang mempersulit diri dalam (urusan) agama ini, maka agama akan mengalahkannya (ia akan menemukan kesulitan).”[HR. Ahmad] .

***

(Diringkas dari tulisan Ust. Yazid Abdul Qadir jawwas)

Sumber: almanhaj.or.id