Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu’anhu, ia mendengar Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

“Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” [Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, No. 950].

 

SYARAH HADITS

Allâh subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya mencela sikap tamak kepada dunia.

Allâh subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allâh serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al-Hadîd/57:20]

Apabila seorang hamba menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, maka Allâh subhanahu wa ta’ala akan menjadikan urusan dunianya berantakan dan menjadikan hidupnya selalu diliputi kegelisahan. Allâh subhanahu wa ta’ala juga menjadikan kefakiran di depan matanya dan hatinya selalu tidak merasa cukup dengan rizki yang Allâh subhanahu wa ta’ala karuniakan kepadanya.

Dunia yang didapat hanya seukuran ketentuan yang telah ditetapkan baginya, meskipun ia bekerja keras dari pagi hingga malam, bahkan hingga pagi lagi dengan mengorbankan kewajibannya beribadah kepada Allâh.

Cinta kepada dunia adalah pokok semua kejelekan, oleh karenanya tidak boleh menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Allâh subhanahu wa ta’ala berfirman:

Allâh subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahannam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” [Al-Isrâ’/17:18]

Ada kabar mutawatir dari ulama Salaf mengatakan, “Cinta dunia merupakan induk dari segala kesalahan (dosa) dan merusak agama. Hal ini ditinjau dari beberapa segi: [lih.’Idatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn]

Pertama: Mencintai dunia berarti mengagungkan dunia, padahal ia sangat hina di mata Allâh subhanahu wa ta’ala. Termasuk dosa yang paling besar adalah mengagungkan sesuatu yang direndahkan oleh Allâh subhanahu wa ta’ala.

Kedua: Allâh mengutuk, memurkai, dan membenci dunia, kecuali yang ditujukan kepada-Nya. Karena itu, siapa saja yang mencintai apa yang dikutuk, dimurkai, dan dibenci Allâh maka ia akan berhadapan dengan kutukan, murka, dan kebencian-Nya.

Ketiga: Orang yang mencintai dunia akan menjadikan dunia sebagai tujuannya dan ia akan menjadikan amalan yang seharusnya menjadi sarana menuju Allâh dan negeri Akhirat berubah menjadi sarana meraih kepentingan dunia.

Di sini ada dua persoalan:

  1. Menjadikan sesuatu yang seharusnya menjadi wasilah (sarana) sebagai tujuan.
  2. Menjadikan amal akhirat sebagai alat untuk menggapai dunia.

Ini adalah keburukan yang terbalik dari semua sisi. Juga berarti membalik sesuatu pada posisi yang benar-benar terbalik. Ini sesuai sekali dengan firman Allâh subhanahu wa ta’ala (artinya):

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh balasan di akhirat kecuali neraka. Dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” [Hûd/11:15-16]

Keempat: Mencintai dunia membuat manusia tidak sempat (terhalang dari) melakukan sesuatu yang bermanfaat baginya di akhirat sebagai akibat dari kesibukannya dengan dunia dan segala yang dicintainya.

Kelima: Cinta dunia menjadikan dunia sebagai cita-cita terbesar manusia.

Keenam: Pecinta dunia adalah orang yang paling banyak disiksa karena dunia, ia disiksa pada tiga keadaan :

  1. Ia tersiksa di dunia dengan usaha, kerja keras untuk mendapatkannya serta disiksa dengan usahanya untuk merebut dunia dari sesama pecinta dunia
  2. Ia tersiksa di alam barzakh (kubur) dengan terlepasnya segala yang ia cintai dari dirinya
  3. Ia tersiksa pada hari Kiamat.

Ketujuh: Orang yang sangat mencintai dunia dan lebih mengutamakan dunia daripada akhirat adalah orang yang paling bodoh dan idiot. Sebab, ia lebih mengutamakan khayalan daripada kenyataan, lebih mengutamakan tidur daripada terjaga, lebih mengutamakan bayang-bayang yang akan segera hilang daripada kenikmatan yang kekal, lebih mengutamakan rumah yang segera binasa dan menukar kehidupan yang abadi dan nyaman dengan kehidupan yang tidak lebih dari sekedar mimpi atau bayang-bayang yang segera hilang. Sesungguhnya orang yang cerdas tidak akan tertipu dengan hal-hal semacam itu. [Lih.’Idatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn, Hal. 350-356]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Pecinta dunia tidak akan terlepas dari tiga hal: (1) Kesedihan (kegelisahan) yang terus-menerus, (2) Kecapekan (keletihan) yang berkelanjutan, dan (3) Kerugian yang tidak pernah berhenti.” [Ighâtsatul Lahafân, Hal. 87-88]

Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh subhanahu wa ta’ala berfirman :

يَا ابْنَ آدَمَ ! تَـفَـرَّغْ لِـعِـبَـادَتِـيْ أَمْـلَأْ صَدْرَكَ غِـنًـى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ ، وَإِنْ لَـمْ تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلًا وَلَـمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ

‘Wahai anak Adam! Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan (kecukupan) dan Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefakiranmu.’”[Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, No. 1359].

***

(Diringkas Dari Tulisan Ust. Yazid Abdul Qadir jawwas)